KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
DESEMBER
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia
yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut,
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Perwujudan dari
amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang merupakan produk undang-undang pendidikan pertama pada awal abad ke-2 1.
Undang-undang ini menjadi dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan
menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, dan otonomi pendidikan yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
undang-undang tentang sistem pendidikan nasional telah mengalami beberapa kali perubahan.
Pendidikan
nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas,
menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara
optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas
pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan
menjadi faktor determinan
bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum
merupakan salah satu
unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas
potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum, yang
dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk
mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan
salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B. LANDASAN PENYEMPURNAAN KURIKULUM
1. Landasan Yuridis
1. Landasan Yuridis
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon
pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda
bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan
dirinya untuk memiliki kualitas yang
diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan
kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan
yuridis di bidang pendidikan. Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional
nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
2. Landasan
Filosofis
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Untuk mengembangkan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi
peserta didik “menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab” (UU RI nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka
pengembangan kurikulum
haruslah berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa
mendatang.
Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan
adalah suatu proses pengembangan potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang budaya bangsa.
Melalui pendidikan berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji,
dan dikembangkan menjadi budaya
dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan zaman dimana peserta didik
tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang budaya tersebut akan dimiliki peserta
didik apabila pengetahuan, kemampuan
intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial memberikan dasar untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai
individu, anggota masyarakat,
warganegara, dan anggota umat manusia.
Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan
kehidupan bangsa dengan
segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten
pendidikan yang mereka pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi
juga hal-hal yang berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang.
Berbagai perkembangan baru
dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi masyarakat, bangsa
dan umat manusia dikemas sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa
masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat
dalam berbagai
aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memosisikan
pendidikan yang tidak terlepas dari
lingkungan sosial, budaya, dan alam. Lagipula, konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan memberi makna
yang lebih berarti bagi keunggulan
budaya bangsa di masa lalu untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini.
Peserta didik yang
mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang diperolehnya dari pendidikan
ketika mereka telah menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara.
Atas dasar pikiran itu maka konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya
dan kehidupan masa kini
perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi kehidupan
masa depan terutama masa dimana dia telah menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian
sikap, keterampilan dan pengetahuan
yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk kehidupan paling tidak satu sampai dua dekade dari
sekarang. Artinya, konten pendidikan
yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar
bagi peserta didik untuk dikembangkan
dan disesuaikan dengan kehidupan mereka sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif
serta bertanggungjawab di masa
mendatang.
3. Landasan Teoritis
Kurikulum dikembangkan atas
dasar teori pendidikan berdasarkan standar dan teori pendidikan berbasis kompetensi.Pendidikan
berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas
minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan
sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan tersebut adalah
kualitas minimal lulusan suatu jenjang
atau satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (PP nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi
Lulusan Satuan
Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA, SMK. Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan
berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup
penerapan komponen proses dan konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan
memproses konten menjadi
kompetensi. Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia yang dihasilkan
dari pendidikan. Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi
tersebut digunakan, dan menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan
pendidikan di atasnya
serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan
untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan
berinteraksi. Kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta
didik untuk
mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun
kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar
peserta didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005). Kurikulum
berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun
penilaian didasarkan
pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran
yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk
kurikulum satuan pendidikan
dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses
(implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan
SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa
lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi rencana
tertulis, konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran
sebagai unit organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten
spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu sikap
dan keterampilan. Secara
langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk dikembangkan
dalam dimensi proses suatu kurikulum.
Kurikulum dalam dimensi
proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu proses
pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan ide dan
rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan
rancangan guru (Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik
berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi
pengalaman langsung peserta didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil
belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses
pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari
yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Kurikulum berbasis
kompetensi adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh karena itu pengembangan
kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari SKL. Demikian
pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian kompetensi. Keberhasilan
kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang dirancang dalam dokumen
kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
(1) Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam
bentuk Kompetensi
Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
(2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
(2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
(3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi
yang dipelajari peserta didik untuk
suatu mata pelajaran di kelas tertentu.
(4) Penekanan
kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan
pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran
ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi kepedulian utama
kurikulum.
(5) Kompetensi
Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal
dari pendekatan “disciplinary– based curriculum” atau “content-based
curriculum”.
(6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan
pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
(7) Proses
pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan
karakteristik konten kompetensi
dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah
kemampuan penguasaan konten
yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit
dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan
yang tidak langsung.
(8) Penilaian
hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan
pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan
(Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM
dapat dijadikan tingkat memuaskan).
4. Landasan Empiris
Pada
saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia
dari 2005 sampai dengan 2008 berturut-turut
5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4% (www.presidenri.go.id/index.php/indikator). Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W.
Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR, 31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif,
ulet, jujur, dan
mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap
jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum
sebagai pengarahnya.
Sebagai negara bangsa yang besar dari
segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi,
dan beragamnya kemaj uan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa
masih tetap ada. Kurikulum harus
mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan
jatidiri sebagai bagian dari bangsa
Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa ini,
kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering
muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus
perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli
pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah
implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta
didik di ruang belajarnya
dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi
terhadap beban belajar dan kegiatan
pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini.
Berbagai elemen
masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan beban
belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata terwujud pada
beratnya beban buku yang harus dibawa ke
sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar.
Oleh karena itu kurikulum pada tingkat
sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung serta
pembentukan karakter. Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi,
termasuk masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan
budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan pendidikan. Maka
kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik.
Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah
secara nyata mempengaruhi
secara negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air
bersih, adanya potensi rawan pangan pada berbagai belahan dunia, dan pemanasan
global merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan
di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan
untuk merumuskan pemecahan masalah
secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu
pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang
memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat
Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada
ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis
dan pemecahan
masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil
studi ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak
membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga
negara untuk berperanserta
dalam membangun negara pada masa mendatang.
C.
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM Pengembangan
kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang pendidikan
bukan merupakan daftar mata pelajaran.
Atas dasar prinsip tersebut maka kurikulum sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya di satu satuan atau jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai proses adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau jenjang pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam rencana. Hasil belajar adalah perilaku peserta didik secara keseluruhan dalam menerapkan perolehannya di masyarakat.
2. Standar kompetensi lulusan
ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan
kebijakan Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar pengembangan
kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan
selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan jenjang pendidikan dasar
dan pendidikan menengah
serta fungsi dan tujuan dari masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan maka
pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan pendidikan dasar dan
pendidikan menengah serta Standar Kompetensi satuan pendidikan.
3. Model kurikulum berbasis
kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan
keterampilan psikomotorik
yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam
satu mata pelajaran. Kompetensi yang
termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran dan
diorganisasikan dengan memperhatikan
prinsip penguatan (organisasi horizontal) dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip
akumulasi dalam pembelajaran.
4. Kurikulum didasarkan pada
prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum
berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery learning)
sesuai dengan
kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
6. Kurikulum
berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi
sentral dan aktif dalam belajar.
7. Kurikulum
harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan
atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
budaya, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu konten kurikulum harus selalu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan,
budaya, teknologi, dan seni; membangun rasa ingin tahu dan kemampuan bagi peserta didik untuk mengikuti
dan memanfaatkan secara tepat hasil-hasil
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
8. Kurikulum
harus relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Pendidikan tidak boleh memisahkan peserta didik dari lingkungannya
dan pengembangan kurikulum didasarkan
kepada prinsip relevansi pendidikan dengan kebutuhan dan lingkungan hidup. Artinya, kurikulum
memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mempelajari permasalahan di lingkungan masyarakatnya sebagai konten kurikulum dan kesempatan untuk
mengaplikasikan yang dipelajari di kelas
dalam kehidupan di masyarakat.
9. Kurikulum
diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat. Pemberdayaan peserta
didik untuk belajar sepanjang hayat dirumuskan dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar yang
dapat digunakan untuk mengembangkan
budaya belajar.
11. Penilaian hasil belajar ditujukan untuk
mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan yang dimiliki setiap peserta didik
atau sekelompok peserta didik. Kekurangan
tersebut harus segera diikuti dengan proses perbaikan terhadap kekurangan dalam aspek hasil belajar yang
dimiliki seorang atau sekelompok peserta
didik.
BAB II
STRUKTUR KURIKULUM
STRUKTUR KURIKULUM
Struktur kurikulum terdiri
atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan. Mata pelajaran
terdiri atas:
- Mata pelajaran
wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap satuan atau
jenjang pendidikan
- Mata pelajaran
pilihan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan pilihan mereka.
Kedua kelompok
mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA
dan SMK) sementara itu mengingat usia dan
perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka mata pelajaran pilihan belum
diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.
1. Struktur Kurikulum SD
Beban belajar
dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar
di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk Tahun IV,
V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD adalah 40 menit.
Struktur Kurikulum SD adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
||||||
I II III IV V VI
|
|||||||
Kelompok A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
10
|
10
|
10
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
Kelompok B
|
|||||||
1.
|
Seni Budaya dan
Keterampilan (termasuk
muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
6
|
6
|
6
|
2.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|

Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan
orientasi kompetensi lebih kepada aspek
intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan
psikomotor.
Integrasi konten
IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata pelajaran sebagai organisasi konten dan bukan
sebagai sumber dari konten. Konten IPA dan IPS diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa
Indonesia dan Matematika yang harus ada berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
Pembelajaran
tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari
berbagai mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu
integrasi sikap, kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran
serta pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan.
Tema memberikan
makna kepada konsep dasar tersebut sehingga peserta didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa
terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna
nyata kepada peserta didik.
Tema yang dipilih
berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Keduanya adalah pemberi makna yang
substansial terhadap bahasa, PPKn, matematika dan seni budaya karena keduanya adalah
lingkungan nyata dimana peserta didik dan masyarakat hidup. Disinilah kemampuan dasar/KD
dari IPA dan IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain yang memiliki peran penting sebagai
pengikat dan pengembang KD mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan sudut
pandang psikologis, tingkat perkembangan peserta didik tidak cukup abstrak untuk memahami konten
mata pelajaran secara terpisah-pisah. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar
yang kuat untuk integrasi KD yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut
pandang transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat
tidak memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya.
2. Struktur Kurikulum SMP
Beban belajar di
SMP untuk Tahun VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per
minggu. Jam
belajar SMP adalah 40 menit. Struktur Kurikulum SMP adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER
MINGGU
|
|||
VII
|
VIII
|
IX
|
||
Kelompok A
|
||||
1.
|
Pendidikan Agama
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Bahasa Indonesia
|
6
|
6
|
6
|
4.
|
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
5
|
5
|
5
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
7.
|
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
Kelompok B
|
||||
1.
|
Seni Budaya (termasuk muatan lokal)
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan Jasmani, Olah
Raga, dan Kesehatan (termasuk muatan lokal)
|
3
|
3
|
3
|
3.
|
Prakarya
(termasuk muatan lokal)
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
|
38
|
38
|
38
|
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi
lebih kepada aspek intelektual dan afektif
sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
3.
Struktur Kurikulum SMA
Untuk menerapkan konsep
kesamaan antara SMA dan SMK maka dikembangkan kurikulum Pendidikan Menengah yang terdiri atas
Kelompok mata pelajaran Wajib dan Mata
pelajaran Pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (Sembilan) mata pelajaran
dengan beban belajar 18 jam per minggu. Konten kurikulum (Kompetensi Inti/KI
dan KD) dan kemasan konten
serta label konten (mata pelajaran) untuk mata pelajaran wajib bagi SMA dan SMK adalah sama. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa
peserta didik adalah subjek dalam belajar dan mereka
memiliki hak untuk memilih sesuai dengan
minatnya.
Mata pelajaran
pilihan terdiri atas pilihan akademik (SMA) serta pilihan akademik dan vokasional (SMK). Mata
pelajaran pilihan ini memberikan corak kepada fungsi satuan pendidikan dan di dalamnya
terdapat pilihan sesuai dengan minat peserta didik. Beban belajar di SMA untuk
Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45
menit.
Struktur Kurikulum Pendidikan
Menengah kelompok mata pelajaran wajib sebagai berikut.
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU |
|||
X
|
XI
|
XII
|
||
Kelompok Wajib
|
||||
1.
|
Pendidikan
Agama
|
3
|
3
|
3
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
3.
|
Bahasa
Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4.
|
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
5.
|
Sejarah
Indonesia
|
2
|
2
|
2
|
6.
|
Bahasa
Inggris
|
2
|
2
|
2
|
7.
|
Seni
Budaya
|
2
|
2
|
2
|
8.
|
Prakarya
|
2
|
2
|
2
|
9.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah
Jam Pelajaran Kelompok Wajib per minggu
|
23
|
23
|
23
|
|
Kelompok Peminatan
|
||||
Mata
Pelajaran Peminatan Akademik (SMA)
|
20
|
20
|
20
|
|
Mata
Pelajaran Peminatan Akademik dan Vokasi (SM K)
|
28
|
28
|
28
|
Kompetensi Dasar mata pelajaran wajib memberikan
kemampuan dasar yang sama bagi tamatan
Pendidikan Menengah antara mereka yang belajar di SMA dan SMK. Bagi mereka yang memilih SMA tersedia pilihan kelompok peminatan (sebagai ganti jurusan) dan pilihan antar kelompok peminatan dan bebas. Nama Kelompok Peminatan digunakan karena memiliki keterbukaan untuk belajar di luar kelompok tersebut, sedangkan nama jurusan
memiliki konotasi terbatas pada apa yang tersedia pada jurusan tersebut dan tidak boleh
mengambil mata pelajaran di luar jurusan.
Struktur Kelompok
Peminatan Akademik (SMA) memberikan keleluasaan bagi peserta didik sebagai subjek tetapi
juga berdasarkan pandangan bahwa semua disiplin ilmu adalah sama dalam
kedudukannya. Nama kelompok minat diubah dari IPA, IPS dan Bahasa menjadi Matematika dan Sains, Sosial, dan
Bahasa. Nama-nama ini tidak diartikan
sebagai nama kelompok disiplin ilmu karena adanya berbagai pertentangan fisolosfis pengelompokan disiplin ilmu.
Berdasarkan filosofi rekonstruksi sosial maka nama organisasi kurikulum tidak
terikat pada nama disiplin ilmu.
Terlampir di bawah adalah mata pelajaran peminatan dan
mata pelajaran pilihan (pendalaman minat dan lintas minat).
MATA PELAJARAN
|
Kelas
|
||||
X
|
XI
|
XII
|
|||
Kelompok Wajib
|
23
|
23
|
23
|
||
Peminatan Matematika dan Sains
|
|||||
I
|
1
|
Matematika
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Biologi
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Fisika
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Kimia
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Sosial
|
|||||
II
|
1
|
Geografi
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Sejarah
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Sosiologi dan Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Ekonomi
|
3
|
4
|
4
|
|
Peminatan Bahasa
|
|||||
III
|
1
|
Bahasa dan Sastra Indonesia
|
3
|
4
|
4
|
2
|
Bahasa dan Sastra Inggris
|
3
|
4
|
4
|
|
3
|
Bahasa dan Sastra Asing lainnya
|
3
|
4
|
4
|
|
4
|
Sosiologi dan Antropologi
|
3
|
4
|
4
|
|
Mata Pelajaran Pilihan
|
|||||
Pilihan Pendalaman Minat atau Lintas Minat
|
6
|
4
|
4
|
||
Jumlah Jam Pelajaran Yang Tersedia
|
73
|
75
|
75
|
||
Jumlah Jam Pelajaran Yang harus Ditempuh
|
41
|
43
|
43
|
BAB III
STRATEGI IMPLEMENTASI
A. Implementasi Kurikulum
Implementasi kurikulum adalah
usaha bersama antara Pemerintah dengan pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota.
1. Pemerintah bertanggungjawab
dalam mempersiapkan guru dan kepala sekolah untuk melaksanakan kurikulum.
2. Pemerintah bertanggungjawab
dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum secara nasional.
3. Pemerintah propinsi
bertanggungjawab dalam melakukan supervisi dan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum
di propinsi terkait.
4. Pemerintah kabupaten/kota
bertanggungjawab dalam memberikan bantuan profesional kepada guru dan kepala sekolah dalam
melaksanakan kurikulum di kabupaten/kota terkait.
Stategi Implementasi Kurikulum terdiri atas:
1. Pelaksanaan kurikulum di
seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu: - Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X
- Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
- Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX,
X, XI, dan XII
2.
Pelatihan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015
3.
Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014
4. Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem
administrasi, dan pengembangan budaya
sekolah (budaya kerj a guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari bulan Januari – Desember 2013
5. Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi
untuk menemukan kesulitan dan masalah
implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016
B. Pelatihan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan/PTK
Pelatihan
PTK adalah bagian dari pengembangan kurikulum. Pelatihan PTK disesuaikan dengan strategi implementasi
yaitu: Tahun pertama 2013 sampai tahun
2015 ketika kurikulum sudah dinyatakan sepenuhnya diimplementasikan. Strategi pelatihan dimulai dengan melatih
calon pelatih (Master Trainer) yang terdiri
atas unsur-unsur, yaitu Dinas Pendidikan, Dosen, Widyaiswara, guru inti nasional, pengawas dan kepala sekolah
berprestasi.
Langkah berikutnya adalah
melatih master teacher yang terdiri dari guru inti, pengawas dan kepala sekolah.
Pelatihan yang bersifat
masal dilakukan dengan melibatkan semua guru kelas dan guru mata pelajaran di tingkat SD, SMP dan
SMA/SMK.
C. Pengembangan Buku Siswa dan Pedoman Guru
Implementasi
kurikulum dilengkapi dengan buku siswa dan pedoman guru yang disediakan oleh Pemerintah. Strategi ini
memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan
ajar dan penyajian buku serta bahan bagi pelatihan guru dalam keterampilan melakukan pembelajaran dan
penilaian pada proses serta hasil belajar
peserta didik.
Pada bulan Juli 2013 yaitu
pada awal implementasi Kurikulum 2013 buku sudah dimiliki oleh setiap peserta didik dan guru.
Ketersediaan buku adalah
untuk meringankan beban orangtua karena orangtua tidak perlu membeli buku baru.
D. Evaluasi Kurikulum
Pelaksanaan evaluasi
implementasi kurikulum dilaksanakan sebagai berikut: Jenis Evaluasi:
Formatif sampai tahun
Belajar 2015-2016
Sumatif: Tahun Belajar 2016
secara menyeluruh untuk menentukan kelayakan ide, dokumen, dan implementasi kurikulum. Evaluasi pelaksanaan kurikulum diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan pendidikan dan dilaksanakan
pada satuan pendidikan di wilayah kota/kabupaten secara rutin dan bergiliran.
1. Evaluasi dilakukan di akhir
tahun ke II dan ke V SD, tahun ke VIII SMP dan tahun ke XI SMA/SMK. Hasil dari evaluasi digunakan
untuk memperbaiki kelemahan
hasil belajar peserta didik di kelas/tahun berikutnya.
2. Evaluasi akhir tahun ke VI
SD, tahun ke IX SMP, tahun ke XII SMA/SMK dilakukan untuk menguji efektivitas kurikulum dalam
mencapai Standar Kemampuan
Lulusan (SKL).
Lampiran
1.
Kompetensi
Dasar kelas 1-6 SD
2.
Kompetensi Dasar Kelas 1-3 SMP
3. Kompetensi Dasar Kelas 1-3 SMA
4. Hasil Uji Publik
Admin: semiyanto
1 komentar :
untuk dapatkan rpp kurikulum 2013 mapel pendidikan agama islam kelas 7 silahkan klik: ^RPP PAI SMP kelas 7 kurikulum 2013
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar / respon anda di sini :